B. Indonesia

Pertanyaan

Buatkan contoh debar kontra tentang TKI(Tdk kreatif Keluar negeri)
Pleaseee dijwb

1 Jawaban

  • Setiap kita mendengar berita tentang masalah-masalah yang dialami Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, baik itu penganiayaan, pemerkosaan, hukuman mati, dan sebagainya, selalu kita dengar juga seruan untuk menghentikan pengiriman TKI dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri agar warga negara kita tidak perlu bekerja di luar negeri. Dalam tulisan ini saya akan mencoba membahas mengapa asersi di atas tidak tepat dan perlu dikaji lagi.

    Satu hal yang sering dilupakan dari isu TKI adalah “reporting bias”, seringkali yang kita dengar hanya masalah saja, sedangkan kisah sukses jutaan TKI yang lain jarang terdengar di media. Inilah mengapa walaupun ada banyak kasus di atas, orang tetap berbondong-bondong ingin menjadi TKI di luar negeri. Mereka tahu resiko yang dihadapi, mereka tahu ada yang dianiaya, dihukum mati, tetapi mereka juga tahu bahwa rekan-rekan mereka yang telah pergi sebelumnya benar-benar mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan mampu memberikan penghidupan yang lebih layak bagi keluarganya di kampung halaman. Mungkin tanpa disadari mereka sudah melakukan “analisis biaya-manfaat”, yaitu membandingkan resiko yang dihadapi masih lebih sedikit dibandingkan dengan manfaat yang akan didapat.

    Dengan demikian, ketika pemerintah memberlakukan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah, menargetkan untuk menghentikan total pengiriman TKI di 2018, atau  mempersulit pengiriman TKI, pada dasarnya pemerintah menghilangkan hak seseorang mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Ketika kita menyerukan agar pemerintah melakukan hal tersebut, kita seakan-akan merasa bahwa kita lebih mengerti apa yang baik dan buruk bagi orang yang ingin menjadi TKI tersebut, seakan-akan mereka tidak bisa berpikir bagi diri mereka sendiri tentang resiko yang akan dihadapi. 

    Hal yang paling sering diutarakan oleh mereka yang ingin menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri adalah bahwa orang ingin menjadi TKI karena kurangnya lapangan pekerjaan di kampung halamannya, sehingga daripada mengirimkan TKI ke luar negeri, pemerintah seharusnya menciptakan lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri. Pernyataan ini absurd, karena seharusnya memang pemerintah harus berusaha mendorong terciptanya lapangan kerja seluas-luasnya terlepas dari ada atau tidaknya pengiriman TKI ke luar negeri. Keduanya bukan merupakan substitusi, melainkan merupakan sesuatu yang berjalan bersamaan. Kemudahan untuk pergi bekerja di luar negeri juga memberi efek positif bagi para pekerja yang tetap bekerja di dalam negeri, karena berkurangnya penawaran tenaga kerja (karena pergi bekerja di luar negeri) akan menekan upah menjadi lebih tinggi dengan sendirinya. Satu-satunya alasan upah murah adalah karena penawaran tenaga kerja dalam negeri masih besar dengan masih banyaknya orang yang pengangguran dan pengangguran terselubung (unemployed and underemployed).

    Salah satu manfaat utama dari pengiriman TKI adalah devisa, dan masa-masa sulit seperti ini tentunya hal ini menjadi krusial. Resesi yang terjadi belakangan ini alasannya sederhana, ekspor penghasil devisa kita selama ini tidak jauh dari bahan mentah, sehingga ketika harga-harga komoditas jatuh seiring lesunya perekonomian dunia, maka neraca berjalan Indonesia pun ikut jatuh. Ketika Amerika Serikat melakukan tapering off dan dolar tersedot kembali ke rumahnya, neraca pembayaran kita tertekan dan mata uang rupiah pun terdepresiasi cepat. Langkah-langkah yang diambil seperti peningkatan suku bunga, peraturan penggunaan rupiah untuk transaksi, dll. hanyalah langkah jangka pendek dan pada prinsipnya kita harus segera mencari sumber devisa tambahan selain ekspor dan tentu logikanya justru di saat seperti inilah seharusnya pengiriman TKI diperbanyak untuk mengimbangi tekanan pada neraca pembayaran kita di atas.

    Argumen lain yang banyak dikemukakan, yakni kebanggaan nasional (national pride). Banyak keinginan untuk menghentikan program TKI bersandar pada ketidak mauan orang Indonesia dikesankan sebagai “bangsa jongos”, bangsa pembantu bangsa yang warganya menjadi buruh kasar di negara orang. Untuk ini saya kira jawabannya dapat diformulasikan dalam pertanyaan berikut: Mana yang lebih baik dipilih, tidak ingin bangsa Indonesia disebut sebagai “negara pembantu” atau atau jutaan orang Indonesia mendapatkan rezeki layak di luar negeri? Jawaban dari pertanyaan ini tentu ideologis. Namun bagi saya sangat jelas, saya tidak merasa berhak mencabut hak penghidupan layak orang lain hanya untuk memuaskan dahaga kebanggaan nasional semata.


Pertanyaan Lainnya